Article Detail

Kita adalah Guru bagi Sesama dan Sesama adalah Guru Kita

Kita adalah Guru bagi Sesama dan Sesama adalah Guru Kita
Oleh: Y.B. Wardjono


. . . . Hanya debulah aku di alas kakiMu, Tuhan. . . .

Sepenggal pujian kepada Bapa yang mengingatkan pada kita untuk untuk selalu merefleksikan diri. Siapa diri kita di hadapan Allah Bapa. Hingga kita sadar diri. Sadar diri akan keberadaan kita sebagai seorang yang tiada arti bagiNya. Kita hanyalah debu. Debu yang harus selalu dibersihkan untuk menunjukkan sesuatu akan kebersihan dan keindahan.
   
Manusia yang diciptakan sesuai dengan citra Allah. Namun manusia diberi kebebasan untuk memilih. Banyak pilihan. Kebebasan memilih inilah yang memampukan kita untuk mendekatkan diri pada Allah, untuk tetap selalu setia padaNya.

Pilihan bebas kita, kita wujudkan dalam menjalani kehidupan kita. Hal ini kita lakukan untuk melangsungkan dan mempertahankan hidup. Yang biasa kita sebut dengan profesi. Sebagai pengajar dalam dunia pendidikan, kita memiliki peran yang cukup besar. Besar dalam segala macam perubahan. Baik perubahan diri guru maupun perubahan di luar guru, yakni peserta didik dan sekitarnya. Terutama perubahan yang lebih baik bagi peserta didik. Kita sebagai agents of change. Dari situasi yang kita miliki dalam proses pembelajaran, kita tidak menutup diri dari segala kemungkinan, kitapun dapat belajar banyak dari peserta didik. Terlebih penggunaan teknologi saat ini. Tidak sedikit peserta didik memiliki kemampuan lebih di bidang ini.

Sang guru dari semua guru pun telah memberikan keteladanan bagi para murid, yakni kita semua warga gereja. Dia telah merendahkan diri untuk melayani para murid. Betapa Yesus mengajari keteladanan. Dia membasuh kaki para muridNya. Bahkan Petruspun menolak untuk dibasuh kakinya oleh Yesus karena dia merasa tidak pantas dibasuh olehNya. Petrus adalah murid Yesus.  Namun Yesus tetap membasuh kaki Petrus. Sikap dan teladan Yesus ini patut dicontoh. Hal ini menunjukkan revolusi diri seorang guru terhadap muridNya.

Guru yang dimaksud di sinipun juga bersifat universal. Siapapun dan fungsi apapun kita, kita bisa sebagai 'guru' di sekitar kita. Saat kita berinteraksi satu dengan yang lain dan keadaan menjadi lebih baik. Lebih manusiawi.
 
Bapa Paus pun merupakan salah satu guru kita. Guru kita pun juga memberikan contoh yang baik. Kita memiliki kelemahan dan kekuatan. Dalam hal pengunduran Paus Benidiktus XVI yang dimuat dalam Majalah Hidup edisi 9 (03/03), ada seorang yang berpendapat: Hal ini menunjukkan 'Kelemahan' karena usia dan 'kekuatan' karena bijaksana.

Kita manusia memiliki kelemahan dan kekuatan dalam melaksanakan aktivitas kita. Kita hanyalah debu. Namun di sisi lain, kita juga diberi kekuatan yang begitu besar untuk mengubah keadaan. Keadaan yang semakin baik, keadaan yang diharapkan untuk ciptakan kedamaian semua umat.

Maka kitapun, para pendidik, harus terus menerus  meningkatkan diri merefleksikan diri untuk pengembangan diri. Untuk semakin beriman dalam bertindak. Melaksanakan proses pembelajaran yang selalu meningkat dalam hal kualitas. Guru mampu menciptakan suasana persaudaraan antarpeserta didik maupun guru sendiri. Sehingga tercapai pengertian satu dengan yang lain. Dan terciptalah suasana bela rasa antarsemua peserta didik, semua warga.

Dan kitapun semakin beriman, semakin bersaudara, semakin berbelarasa.     


Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment